Untuk
mewujudkan suatu kepastian dan keadilan hukum tentunya harus menyelaraskan
antara substansi hukum, struktur hukum dan kultur hukum dengan hukum yang
dibutuhkan masyarakat. Realitas objektif didalam kehidupan sehari-hari, sering
kali terjadi benturan antara materi hukum (substansi) dengan kebutuhan hukum
masyarakat yang terkadang belum terakomodir dalam hukum positif Indonesia. Asas
legalitas yang menjadi salah satu ciri negara hukum dimana suatu perbuatan
dapat dikenakan sanksi apabila telah ada pengaturannya. Prinsip asas legalitas
tersebut tentunya harus dipatuhi oleh para hakim pada saat menyusun putusan
pengadilan. Namun, pada prakteknya seorang hakim diberikan kebebasan untuk
menggali, mengikuti, dan memahami nilai-nilai hukum dan rasa keadilan dalam
masyarakat (berdasarkan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan
Kehakiman) yakni dengan menelaah kembali sumber-sumber hukum yang berlaku.
Adanya ruang kebebasan bagi hakim tentunya sangat berpengaruh dalam menemukan
dasar pertimbangan hukum apabila dirasakan belum cukup hanya dengan menggunakan
undang-undang.
Dan
Yurisprudensi disini merupakan salah satu sumber-sumber hukum yang berlaku.
Dimana Yurisprudensi diartikan sebagai setiap putusan hakim (pengadilan) terdahulu yang telah memiliki kekuatan hukum
yang tetap dimana putusan itu dijadikan sebagai pedoman oleh hakim kemudian
didalam memutus suatu perkara (Azas Preleden). Yurisprudensi dibedakan antara lain :
1.
Yurisprudensi Tetap : yakni putusan hakim
yang terjadi karena rangkaian putusan serupa menjadi dasar atas putusan untuk
memutuskan suatu perkara (Standard Arresten).
2.
Yurisprudensi Tidak Tetap : yakni putusan hakim terdahulu yang tidak merupakan standard Arresten.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar