Sebenarnya
Putusan Kasasi Adelin Lis ini sudah dijatuhkan sejak 31 Juli 2008.
Akan
tetapi karena masalah klasik lambatnya proses transkip dan pengetikan putusan
di Mahkamah Agung, maka salinan putusan online baru bisa diakses pada awal
Februari 2009.
Putusan
ini menegaskan banyak perdebatan seputar dapat/tidak Pembalakan Liar dijerat
dengan UU Korupsi (selain UU Kehutanan). Meskipun beberapa Hakim Agung yang
menjadi majelis pada Kasasi MA dinilai kontroversial dalam beberapa tindakan
dan putusannya, akan tetapi khusus Putusan Adelin Lis ini, secara material
patut diapresiasi. Bahkan, penting didorong untuk menjadi Yurisprudensi Tetap
agar menjadi acuan bagi hakim di seluruh Indonesia.
Dalam
kerangka perlindungan hutan, sebagai alternatif penting menjerat pelaku utama
pembalakan liar, UU Korupsi dinilai merupakan senjata yang cukup ampuh.
Pimpinan
MA saat ini merupakan salah satu majelis hakim dalam proses Kasasi Adelin Lis.
Dan, satu lainnya termasuk jajaran petinggi di institusi kekuasaan kehakiman
tersebut. Sehingga, jika Ketua MA konsisten dalam pemberantasankorupsi dan
illegal logging tentu pertimbangan putusan ini seharusnya diproses untuk
menjadi sebuah YURISPRUDENSI TETAP. Harapannya, proses peradilan kasus
kehutanan yang dijerat UU Korupsi dan Kehutanan dapat mengacu pada pertimbang-pertimbangan
putusan Kasasi Adelin Lis.
Setidaknya ada 5 hal krusial dalam Putusan tersebut:
1.
Menteri Kehutanan dan Kepolisian RI tidak punya
kompetensi untuk mengatakan sebuah perbuatan bukan tindak pidana, karena hal
itu hanya dapat dijerat oleh sanksi administratif atau denda.
2.
Penebangan Diluar RKT
melanggar kewajiban PT. KNDI, masuk kategori MELAWAN HUKUM
3.
Pelanggaran hukum
administrasi menurut MA memenuhi UNSUR MELAWAN HUKUM dalam Pidana Korupsi,
seperti disyaratkan Pasal 2 dan 3 UU 31/1999 jo UU 20/2001 (UU Tindak Pidana
Korupsi).
4.
KERUGIAN KEUANGAN NEGARA
diartikan = Nilai Kayu Bulat yang diperoleh secara Illegal + PSDH + Dana
Reboisasi (berdasarkan Audit BPKP Porv. Sumut)
5.
Diterapkannya asas Concursus
Idealis, seperti diatur pada Pasal 63 ayat (1) KUHP.
Untuk
perincian, silahkan lihat Review singkat dalam bentuk tabulasi dibawah ini.
Semoga
bermanfaat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar